Kamis, 28 November 2019

catatan penyanya ilmu kalam


03-11-2019
Erik: nama tokoh kiodariyah yang berasal dari negeri irak? ma’bad al-jauhani dan ghailan ad-dimasyqi. Dapat dari irak yang beragama kristen bernama susan.
Sinta: Allah punya sifat al-jabbar dan kaitanya dengan Islam adalah agama yang anti keterpaksaan?
Via: penerapan doktrin sekte jabariyah dan qodariyah?
Ibnu: contoh jabariyah ekstrim dan moderat?

Jumat, 23 Februari 2018

berdaimalah jangan lupakan

ketika saya mencoba move on disitulah cobaan dimulai.
semakin mencoba melupakan bayangannya pun semkain jelas
kebiasaan setiap hari ada dia tidak bisa begitu saja lepas dari ingatan.
melupakannya perlu perjuangan yang ekstra.
kadangpun masih kepo
memang perlu pendiriankuat untuk tidakmenghubunginya.
sayapun meminta kepada tuhanjika kami jodoh mudahkanjalankami,
dan 5 tahun inisaya rasakan jalanya tidaksemakin terang tetapitambahtidak jelas.
tegas dengan diri sendiri lebih sulit ya ternyata.

Minggu, 10 September 2017

NAFKAH DALAM KELUARGA PERBANDINGAN DI INDONESIA DAN SYRIA



BAB 1
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Perubahan paradikma dalam dunia islam mempengaruhi juga hukum yang terlaksana, salah satunya hukum perkawinan. hukum perkawinan dijadikan aturan dalam bentuk Undang-Undang karena  sesuai dengan konsep saat ini yang sangat kompleks. Konsep fikih klasik yang bersifat patrinial dipandang memarginalkan perempuan sehingga banyak aturan-aturan yang mengekang perempuan. Karena itu tuntutan nafkah dengan segala konsenkuensianya seharusnya juga diberikan sebagai timbal balik sebagai hak istri.
Nafkah sebagai akibat dari adanya perkawinan ini perlu dibahas karena untuk keberlangsungan kerumahtanggan dalam keluarga.Adanya tuntunan persamaan antara laki-laki dan perempuan dalam hukum keluarga, pemahaman tentang nafkah sudah tidak lagi sesederhana dahulu yaitu pemhaman suami memenuhi kebutuhan dalam tumah tangga sehingga menjadi superior.
Adanya tuntunan dari perkembangan zaman Hubungan yang tidak setara diharapkan bisa dirubah dengan pemahaman  nash sehingga penulis mencoba memahami nash tidak hanya berdasarkan potongan ayat tetapi juga melihat kontek dahulu dan sekarang.
  Dalam makalah ini akan dibahas konsep nafkah yang diinginkan oleh ajaran Islam dan membahas konsep perundang-undangan di Indonesia dan Syria.
B.       Pokok masalah
1.    Bagaimana Konsep nafkah dalam  fikih munakahat?
2.    Bagimana nafkah dalam konsep perundang-undangn di Indonesia
3.    Bagaimana Konsep nafkah perundang-undangdiSyria


















BAB II
PEMBAHASAN
A.      Konsep  Nafkah dalam Rumah Tangga menurut fikih munakahat
Kaum muslimin sepakat bahwa perkawinan merupakan salah satu sebab yang mewajibkan pemberian nafkah, seperti halnya kekerabatan.[1]Adapun sebab wajib nafkah atas suami kepada isteri adalah, karena dengan selesainya akad yang sah, wanita menjadi terikat dengan hak suaminya, yaitu untuk menyenangkannya, wajib taat kepadanya, harus tetap tinggal di rumah untuk mengurus rumah tangganya, mengasuh anak-anaknya dan mendidiknya, maka sebagai imbalan yang demikian Islam mewajibkan kepada suami untuk memberi nafkah kepada isterinya.[2]
Harus dicatat bahwa memberi nafkah meliputi sandang, papan dan pangan. Tentang tempat tinggal, al-Qur’an At-Thalaq : 6 mengatakan:
£`èdqãZÅ3ór&ô`ÏBß]øymOçGYs3y`ÏiBöNä.Ï÷`ãrŸwur£`èdr!$ŸÒè?(#qà)ÍhŠŸÒçGÏ9£`ÍköŽn=tã4bÎ)ur£`ä.ÏM»s9'ré&9@÷Hxq(#qà)ÏÿRr'sù£`ÍköŽn=tã4Ó®Lymz`÷èŸÒtƒ£`ßgn=÷Hxq4÷bÎ*sùz`÷è|Êör&ö/ä3s9£`èdqè?$t«sù£`èduqã_é&((#rãÏJs?ù&ur/ä3uZ÷t/7$rã÷èoÿÏ3(bÎ)ur÷Län÷Ž| $yès?ßìÅÊ÷ŽäI|¡sùÿ¼ã&s!3t÷zé&ÇÏÈ
Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.

Untuk makanan dan pakaian, al-Qur’an al-Baqarah: 233 meminta suami menyediakannya bagi ibu dan anak-anaknya sebagaimana dijelaskan:
4n?tãurÏŠqä9öqpRùQ$#¼ã&s!£`ßgè%øÍ£`åkèEuqó¡Ï.urÅ$rã÷èpRùQ$$Î/4Ÿwß#¯=s3è?ë§øÿtRžwÎ)$ygyèóãr4Ÿw§!$ŸÒè?8ot$Î!ºur$ydÏ$s!uqÎ/Ÿwur׊qä9öqtB¼çm©9¾ÍnÏ$s!uqÎ/4
Dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya,

Juga berdasarkanhadis yang berbunyi
حق المراة على زوجها ان يشبع بطنها ويكسو جنبها وان جهلت غفر لها
Hak seorang wanita atas suaminya adalah kekenyangan perutnya dan ditutupi badanya (diberi pakaian) kalau wanita tersebut tidak mengetahui hal itu dia diampuni.

Pada dasarnya berapa besar nafkah yang wajib diberikan oleh suami kepada istrinya adalah dapat mencukupi keperluan secara wajar, meliputi keperluan makanan, pakaian, perumahan dan sebagainya. Prinsip mencukupi keperluan dapat diperoleh dari hadis nabi tentang dibenarkanya seorang istri mengambil uang suaminya tanpa izin apabila nafkah yang diberikan tidak mencukupi.[3]
Dalam surah An-Nisa>’(4):34 disebutkan laki-laki sebagai pemimpin dalam keluarga karena laki-laki mempunyai kelebihan yaitu yang memberikan nafkah, melindungi dan mengayomi keluarga. Sehingga dilanjutkan dalam bunyi ayat tersebut jika istri bertingkah laku tidak sejalan dengan agama maka suami berkewajiban mendidik, mengingatklan, pisah ranjang, dan memukul.[4]
Pembahasan nafkah tidak bisa terlepas dari hubungan suami dan istri adanya kata “Qawam” dalam surah an-Nisaa’ ayat 34 yang diartikan sebagai pemimpin ini juga mempengaruhi terhadap pemberian nafkah. Adanya kelebihan laki-laki dari pada perempuan dalam system patriarki, halini mempengaruhi bagian yang didapatkan wanita dalam system waris dan lainnya.
Pekerjaan yang dilakukan sistem masyarakat arab masa Nabi adalah masyarakat agraris sehingga dalam bekerja memerlukan otot. Dalam surah an-Nisa>’ ayat 34 tersebut adanya kata “kelebihan di antara kamu” karena untuk bekerja keras diperlukan tenaga sehingga laki-laki yang bisa memenuhi kebutuhan keluarga. Bekerja disesuaikan dengan konteks social saat initidak harus dengan tenaga otot, sehingga untuk saat bisa saja pencari nafkah adalah perempuan karena yang dibutuhkan tidak hanya tenaga otot tetapi juga kemampuan dan keahlian.[5]
B.       Konsep Perundang-Undangan di Indonesia
Dalam perundang-undangan Indonesia tidak  ada sub khusus yang  membahas masalah nafkah dalamkehidupan keluarga. Melainkan hanya ada beberapa pasal yang dapat ditarik sebagai bahasan yang berhubungan  dengan nafkah. Pasal-pasal tersebut terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. Pasal 32 ayat (1) dan (2) UUP misalnya menyebutkan, suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh suami dan istri.[6]
Pada Pasal 34 disebutkanayat (1)”suami wajib melindungi dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya”. Ayat (2) “istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya”. Ayat (3) “ jika suami atau istri melalaikan kewajibanya masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan”.[7]
Aturan yang terkait lebih rinci ditemukan dalam KHI misalnya dalam pasal 80 ayat (4),”sesuai dengan penghasilannya suami menanggung: (a) nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri; (b) biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri dan anak; (c) biaya pendidikan bagi anak”. Sedangkan isi pasal 80 sama dengan pasal 34 ayat (1) UUP No1 Tahun 1974, “Suami wajib melindungi dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya”. Kemudian dalam pasal 80 ayat (7) disebutkan “ kewajiban suami sebagaimana ayat (2) gugur apabila istri nusyu@#<^z. dapat disimpulkan bahwa hak nafkah dan unsur-unsurnya hilang kalau istri melakukan nusyu@#<^z.
C.      Konsep Perundang-Undangan di Syria
1.    Sejarah pembentukan hukum keluarga di Syria
Sejarahhukum keluarga tidak terlepas dari aturan yang ditetapkan oleh negara yang menguasainya yaitu Ottoman Turki sejak tahun 1917, dengan berlandaskan pada mazhab hukum Hanafi. Selama berada di bawah Turki Usmani, sistem hukum dan perundang-undangan yang mengalami reformasi dari waktu ke waktu yang berlaku juga di wilayah territorial Syiria. Di antara hukum-hukum imperial yang pernah berlaku di Syiria adalah Code Civil tahun 1876 dan Hukum dan Hak-Hak keluarga tahun 1917. Kedatangan koloni Perancis dan Inggris setelah PD I sangat memberi nuansa yang sangat besar terhadap perkembnagan negara itu khususnya di bidang politik, sipil dan pidana. Meskipun demikian, nasib personal law masih tetap dipertahankan.[8]
Setelah merdeka pada tahun 1947, nasionalisasi dan reformasi terhadap berbagai aturan dan sistem hukum dilakukan dari waktu ke waktu. Selama berlangsungnya program nasionalisasi, sistem hukum telah dicabut dan diganti dengan hukum baru. Beberapa peraturan baru telah ditetapkan sebagai peraturan yang bebas dari pengaruh kolonial dan ditetapkan sebagai konstitusi nasional, antara lain Hukum Civil, Hukum Pidana dan Hukum Dagang pada tahun 1949, dan Hukum Pidana baru pada tahun 1950 dan Hukum Perdata baru pada tahun 1953. Sementara sebagai personal law tetap diberlakukan Hukum Famili Turki dari tahun 1917 sampai 1953 dengan nama Qanun al-Ahwal al-Syakhshiyah atau lebih dikenal dengan The Syirian Law of Personal Status. Undang-undang ini dianggap berlaku sejak tanggal 17 September 1953. Undang-Undang ini merupakan risalah dari hasil kerja Syeikh Ali al-Tahanawi (Qadi di Damaskus) diambil dari berbagai macam mazhab hukum yang disesuaikan dengan situasi kondisi masyarakat Syiria. Bisa dikatakan bahwa hukum ini mengandung eklektisisme inovatif, yangmenyeleksi aturan-aturan bukan hanya dari mazhab Hanafi, melainkan juga dari opini-opini para faqih mazhab-mazhab kuno dan minoritas yang terisolasi, dengan tujuan membuat.
Selama 22 tahun setelah pemberlakuannya, diadakan amandemen terhadap pasal-pasal dalam 4 bab pertama Undang-undang 1953 itu, dengan UU Syiria No. 34/1975. Perubahan UU yang memodifikasi dan menambah beberapa ketentuannya sebanyak 22 pasal ini didasarkan pada rekomendasi panitia parlemen yang dibentuk untuk mengkaji dan merevisi UU 1953. Perubahan utama berkaitan dengan masalah poligami, mahar, nafkah, konpensasi cerai, biaya hadhanah, dan masalah perwalian anak. Penetapan Undang-Undang ini dimaksudkan untuk melindungi hak-hak perempuan.[9]
Usaha kodifikasi hukum keluarga Islam di Syiria dianggap paling komprehensif, karena tidak hanya meliputi aturan-aturan tentang kecakapan hukum, perwalian dan perwakilan tetapi juga mencakup problematika wasiat dan hibah. Penyusunan Code ini didasarkan pada Hukum Turki Usmani Tentang Hak-hak keluarga, Hukum Mesir tentang hukum keluarga dan waris 1920-1946 dan juga diambil dari hasil kerja Qadi Pasha (Mesir) dan Ali al- Tantawi (Damaskus). Code of Personal Status 1953 Syiria ini memuat 308 pasal dan terdiri atas 6 buku yang muatan isinya didomonasi oleh mazhab Hanafi. Ada bagian-bagian tertentu yang diadopsi dari Sekte Duruz dan Kristen Syiria.[10]
2.        Perundang-undangan tentang Nafkah di Syria
Peraturan tentang nafkah di syiria dibahas sedikit panjang lebar. [11]Undang-Undang Negara Syiria disamping membahas tentang nafkah juga membahas tentang perumahanatau akomodasi.Nafkah diberikan kepada istri sejak akad terlaksana. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam bangunan fiqih klasik. Adapun ketentuan nafkah Syiria adalah bagian ke 2 dari bab ke-4 pasal 65-70:
Suami wajib memberikan akomodasi atau perumahan sesuai dengan status sosial istri.[12] Suami setelah istrinya sembuh dari penyakitnya hendaknya, suami tinggal dengan istrinya”.[13]Suami jika berpoligami wajib memberikan tempat tinggal yang sama terhadap istri-istrinya”.[14]suami tidak boleh membiarkan keluarga tinggal bersama istri, kecuali anak kecil yang belum berumur dewasa, kalau dengan kehadiran tersebut mengganggu istri.[15]

Adapun pembahasan khusus nafkah dalam Undang-Undang Syria ada pada bagian ke 3 dari bab ke 4, pasal 71-84. Pembahasan nafkah dalam UU Syria dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu nafkah semala masa perkawinan dan nafkah masa iddah.[16]Nafkah meliputi sandang, pangan dan papan dan sejenisnya yang baik yang sesuai dengan ketentuan yang ada dalam masyarakat[17].
Suami tetap terikat dengan hal pemberian biaya hidup kepada istri selama masih berlangsungnya perkawinan, bahkan bila si istri merupakan pengikut agama lain atau menetap di rumah keluarganya, kecuali bila suami memintanya untuk tinggal bersama di kediamannya sementara sang istri menolak tanpa ada haknya.[18]Bahkan si istri mempunyai hak untuk menolak untuk hidup bersama suaminya jika suaminya tidak mematuhi untuk membayar mahar secara seketika atau menyediakan tempat tinggal berdasarkan aturan hukum.[19]
Hak istri hilang kalau istri bekerja diluar rumah dan tidak mendapat izin dari suami.[20]Jumlah nafkah yang diterima istri harus mempertimbangkan kondisi suami, kondisi istri, dengan catatan tidak kurang untuk mencukupi kebutuhan minimum.[21]
Nafkah yang dipaksa secara hukum atau dengan persetujuan hanya berhenti karena dibayar atau dimaafkan.[22]Hakim boleh menyuruh suami membayar nafkah sementara dan tidak lebih satu bulan selama dalam proses penaksiran nafkah dan setelahnya, kalau hal itu dibutuhkan.[23]keputusan ini berlaku sejak ditetapkan.Nafkah masa iddah harus sama dengan nafkah nikah dan harus dibayar sejak mulai iddah dan berlaku maksimal 9 bulan.[24]

D.      Analisis
Ketika dikaitkan dan diselaraskan dengan pengertian, syarat, tujuan, dan prinsip perkawinan, dapat disimpulkan bahwa keberadaan nafkah adalah untuk menunjang keberlangsungan kehidupan rumah tangga. Dengan demikian,suami atau istri  dapat memenuhi kebutuhan dalam rumah sehingga kelangsungan rumah tangga tetap berjalan.
Begitu juga pengambilan nafkah dalam system hukum keluarga  di Indonesia tidak mutlak menjadi tanggungan suami seperti Pasal 32 ayat 1 dan 2 untuk mempunyai tempat tinggal tidak hanya ditentukan oleh suami tetapi juga oleh istri.
Dalam penerapannya sebenarnya wanita juga harus mengetahui kedudukan laki-laki apakah mampu untuk memenuhi semua kebutuhan yang dituntut jadi harus saling pengertian. Dalam prakteknya untuk memenuhi kebutuhan keluarga di Indonesia berdasarkan siapa yang mempunyai kelebihan dan mempunyai pekerjaan maka itulah yang memenuhi kebutuhan keluarga tidak peduli suami atau istri.
Berbeda dengan Syria yang  melakukan terobosan yang signifikan dalam memberikan wewenang kepada istri untuk menuntut hak nafkahnya yang begitu luas. Nafkah suami terhadap istri selama perkawinannya itu dibangun atas akad yang sah, terlepas istrinya muslim atau tidak, kaya atau miskin. Kewajiban ini sudah menjadi kesepakatan para ulama.[25] Perintah pemberian nafkah ini berdasarkan al-Qu’an, al-Sunnah, al-Qiyas, al-Ijma’.[26]
Undang-Undang Hukum Keluarga negara Syria telah melakukan begitu mendetail membahas masalah nafkah ini. Lingkup pembiayaan nafkah tidak hanya terbatas pada sandang, pangan dan papan melainkan juga meliputi biaya-biaya pengobatan. Bahkan perbedaan agama istri tidak menjadi penghalang akan wajibnya nafkah ini. Selain itu juga istri mempunyai hak menolak untuk mendampingi suami jika suami mengabaikan kewajiban ini. Dan lebih ekstrim lagi bahwa pengabaian kewajiban ini bisa menjadi salah satu alasan istri untuk memohon perceraian. hukum yang diajarkan Islam sekaligus selaras dengan kebutuhan masyarakat kontemporer.[27]
Kompleksnya peraturan tentang nafkah ini berbada dengan  pandangan para ulama mazhab seperti dalam hal  biaya pengobatan bukan menjadi tanggung jawab suaminya. Menurut mereka, ongkos atau biaya pengobatan menjadi tanggungannya sendiri atau keluarganya, karena obat-obatan tidaklah diinggap sebagai kebutuhan pokok, mereka menganalogikannya dengan makanan cuci mulut. Makanan jenis ini tidak harus ada atau disediakan. Hal ini disebabkan karena kondisi masyarakat pada waktu itu secara umum tidak memerlukan pengobatan seperti sekarang ini. Akan tetapi, dewasa ini kebutuhan masyarakat terhadap kesehatan telah menjadi bagian dari kebutuhan pokok. Wahbah al-Zuhaili-ahli fiqih kontemporer dari Syiria– menolak pandangan para ulama empat mazhab di atas. Menurutnya nafkah untuk kesehatan adalah termasuk kewajiban yang harus dipenuhi oleh suami. Pemberian nafkah kesehatan merupakan bentuk dari mu’asyarah bi al-Ma’ruf. Katanya: Bukanlah mu’asyarah bi al-ma’ruf namanya, kalau suami dalam keadaan istrinya sehat dapat bersenang-senang (istimta’), tetapi manakala ia sakit, lalu mengembalikannya kepada keluarganya. Ilustrasi Wahbah ini selaras dengan aturan di Syiria, Tunisia bahkan Mesir.[28]
Islam mengajarkan agar dalam mempengaruhi kehidupan rumah tangga selaras dengan prinsip perkawinan dengan saling membantu, saling melengkapi dan saling melindungi sehingga tujuan perkawinan dapat dicapai.
Maka dapat dilihat dari uraian di atas indonesia dan syria sama-sama melakukan pemaharuan hukum keluarga yang hampir sama dalam hal hak nafkah. Tuntutan pembaharuan atas dasar hak perempuan juga mempengaruhi adanya perubahan aturan ini.
Konsep nafkah tidak cukup dengan dasar konsep fikih klasik karena itu perlu ada undang-undang yang mengatur secara jelassehingga ada implikasi yang nyata dari peraturan tersebutuntuk memenuhi nafkah dalam keluarga.

BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
1.      Menurut ulama klasik nafkah wajib diberikan laki-laki kepada perempuan dengan salah satu dasarnya surah al- Baqarah ayat 232 dan an-Nisa 34.Dan Menurut ulama kontemporer pemberian nafkah bisa dilakukan oleh suami atau istri dengan melihat kontek pada zaman sekarang suatu pekerjaan yang ada, tidak selalu memerlukan otot, tetapi memerlukan skill.
2.      Hukum perkawinan di Indonesia tidak mengatur nafkah secara khusus. Pemberian nafkah kepada istri oleh suami wajib selama istri tidak nusyuz. Dalam pelaksanannnya, untuk memenuhi nafkah dalam keluarga tidak hanya dari suami tapi juga dari istri.
3.      Hukum perkawinan di Syria mengatur secara detail tentang nafkah  mulai dari akomodasi sampai nafkah. Istri dapat menuntut cerai ketika suami tidak memberikan nafkah secara penuh.






Daftar Pustaka
Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perkawinan Islam Perspektif Fikih Dan Hukum Positif, Yogyakarta: UII Press, 2011.
Hukum Keluarga Muslim Syiria, http://kualalan.blogspot.com/2011/10/hukum-keluarga-muslim-syiria.html, akses 6 November 2013.
Khoiruddin Nasution, Hukum perkawinan I, Yogyakarta: ACAdeMIA & TAZZAFA, 2005
Masnun Tahir, ”Hak-hak Perempuan dalam Hukum Keluarga Syiria dan Tunisia” Al-Mawarid Edisi XVIII Tahun 2008
Muhammad Jawad Mugniyah, Fiqih Lima Mazhab, alih bahasa Maskur dkk, Jakarta: lentera, 2000.
Wahbah al-Zuhaili. Al-Fiqh al-Islam wa Adilatuh. Damaskus: Dar al-Fikr. X, 1989.


[1] Muhammad Jawad Mugniyah, Fiqih Lima Mazhab, alih bahasa Maskur dkk, (Jakarta: lentera, 2000), hlm. 400.

[2]Al-Sayyid Sabiq. 1977: hlm. 148

[3] Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perkawinan Islam Perspektif Fikih dan Hukum Positif, (Yogyakarta: UII Press, 2011) hlm. 89-90

[4] Lihat Khoiruddin Nasution, Hukum perkawinan I, (Yogyakarta: ACAdeMIA & TAZZAFA, 2005), hlm. 174-175

[5] Lihat Khoiruddin Nasution, Hukum perkawinan I, hlm.212-215

[6] Khoiruddin Nasution, Hukum perkawinan I, hlm. 192

[7]Ibid., hlm.192
[8]Masnun Tahir, ”Hak-hak Perempuan dalam Hukum Keluarga Syiria dan Tunisia” Al-Mawarid Edisi XVIII Tahun 2008, hlm.209

[9]Masnun Tahir, ”Hak-hak Perempuan dalam Hukum Keluarga Syiria dan Tunisia” hlm. 209
[10]Ibid., hlm 209

[11]. Tahir Mahmood, Family Law Reform In The Muslim World, (Bombay: N.M.Tripathi PVT.LTD,1974), hlm. 87

[12]UU Syiria No. 34/1975Pasal 65
[13]Pasal 66
[14]Pasal 67
[15]Pasal 69
[16]  Khoiruddin Nasution, Hukum perkawinan I, hlm. 206

[17] Pasal  71

[18]  Pasal 72 (1)

[19] Pasal 72 (2)

[20] Pasal 73
[21] Pasal 78
[22] Pasal 79
[23] Pasal 82 (1)
[24]Pasal 84
[25] Abdurrahman al-Jaziri. 1990 : hlm. 485.  
[26]Abu Zahrah, hlm. 269
[27]Ibid., hlm 209

[28]  Wahbah al-Zuhaili. 1989. Al-Fiqh al-Islam wa Adilatuh. Damaskus: Dar al-Fikr. X. hlm. 7380.

catatan penyanya ilmu kalam

03-11-2019 Erik: nama tokoh kiodariyah yang berasal dari negeri irak? ma’bad al-jauhani dan ghailan ad-dimasyqi. Dapat dari irak yang b...